Ungkapan Sebuah Hati

Di dunia ini Allah menciptakan semuanya berpasang-pasangan seperti hitam-putih, kiri-kanan, bulan-bintang, sedih-bahagia, hidup-mati, serta laki-laki dan perempuan ketika Allah menciptakan manusia pertama di bumi yaitu Adam dan menciptakan Hawa dari tulang rusuk Adam sebagai pendamping hidupnya. Di dunia ini semuanya akan mati seiring berjalannya waktu, tak ada yang tau kapan waktu itu akan datang. Sepintar apapun seseorang hanya Allah yang maha mengetahui segalanya.

            Ketika Allah menciptakan manusia kenapa Allah juga yang mengambilnya kembali? Kenapa Allah mempertemukan seseorang jika memang nantinya akan dipisahkan? Kenapa Allah membiarkan air mata mengalir dari mata seorang istri ketika melihat suaminya terbujur kaku dengan mata yang merah seperti menahan sakit yang sangat dalam? Aku tak ingin menyalahkan Allah atas semua yang terjadi. Aku tahu ada rencana yang terbaik dibalik semua ini.

            Namun hingga saat ini aku belum merasa ada keadilan ketika Allah menggambil beliau dari ku, ketika Allah mengambil beliau saat aku berumur 6 tahun, ketika Allah mengambil beliau saat aku belum sempat merasakan kehangatan dan kasih sayang dari seorang ayah hingga aku remaja seperti saat ini.

            Aku ingin seperti mereka..! Aku ingin..!

Mereka yang dapat merasakan dukungan dari sosok seorang ayah ketika melihat mereka sukses nanti. Seorang ayah yang dapat membantu mereka menentukan pilihan yang terbaik untuk masa depan mereka. Aku sayang beliau Ya Allah, Aku rindu kehadiran beliau. Aku ingin seperti keluarga ku yang lain, yang masih memiliki keluarga yang utuh, dengan canda tawa dari seorang ayah dari dalam keluarga mereka. Aku inginkan kehangatan keluarga itu.

            Sering aku membayangkan sosok beliau ada di samping ku, sedang melihat ku dan seperti menginginkan ku untuk selalu bahagia dan dapat menjaga ibu ku dengan baik. Sering aku bertanya kepada diri ku sendiri “Kenapa harus ayah ku?, Apa salah keluarga ku?, Kapan aku bisa merasakan dukungan dari seorang ayah seperti yang lain?, kapan aku bisa mencium pipi dan tangan ayah ku?”.

Dalam setiap tidur ku, aku selalu berdo’a “Ya Allah izinkan aku untuk bertemu dengan ayah ku meskipun hanya di dalam mimpi, aku ingin melihat senyuman yang tulus dari wajahnya untuk ku”. Tapi sampai sekarang Allah belum mempertemukan aku dengan beliau.

Saat aku masih kecil aku berkelahi dengan saudari ku, hingga membuat ku menangis dan dada ku terasa sesak. Ibu ku memelukku dengan hangat. Sambil memeluk ibu ku, aku berkata

“Ibu, ayah mana?

Kenapa kita tidak punya ayah?

Ayah ku mana bu?”,

aku terus bertanya tentang ayah ku. Berlahan aku melihat ibu ku meneteskan air mata dan pergi meninggalkan ku. Dari situ aku sadar kesalahan ku. Aku tak pernah lagi bertanya tentang ayah ku. Aku terdiam dan berjanji pada diri ku sendiri bahwa

“Aku akan menjaga ibu dan kakak ku dengan baik, sebagai pengganti ayah ku dan aku berjanji akan membuat ibu ku selalu tersenyum dan bangga”.

            Kalau boleh aku jujur, aku iri dengan mereka, dengan keluarga ku sendiri. Tapi disisi lain aku bangga dengan ibu ku yang sebagai tulang punggu keluarga, aku bangga dengan ibu ku yang selalu berjuang untuk ku dan kakak ku, aku bangga melihat ketegaran seorang ibu untuk menghidupi kedua anak perempuannya. Allah memang tahu wanita mana yang paling tegar menghadapi semua cobaan-Nya. Aku bersyukur bisa dihadirkan dari rahim seorang ibu seperti beliau. Aku banyak belajar dari beliau dan saat ini pun aku belajar menjadi wanita yang tegar seperti ibu ku.