Eysenck dalam teorinya menggunakan
pendekatan Behaviorisme dalam melihat keperiadian manusia. Teori Eysenck
sebagian besar didasarkan pada fisiologi
dan genetika.
Meskipun dia seorang behavioris, namun Eysenck melihat perbedaan kepribadian
lebih disebabkan oleh faktor keturunan atau genetika.
Eysenck
berpendapat dasar umum sifat-sifat kepribadian berasal dari keturunan, dalam
bentuk tipe dan trait. Namun dia juga berpendapat bahwa semua tingkah laku
dipelajari dari lingkungan. Menurutnya kepribadian adalah keseluruhan pola
tingkahlaku aktual maupun potensial dari organisme, sebagaimana ditentukan oleh
keturunan dan lingkungan. Pola tingkahlaku itu berasal dan dikembangkan melalui
interaksi fungsional dari empat sektor utama yang mengorganisir tingkahlaku;
sektor kognitif (intelligence), sektor konatif (character), sektor afektif
(temperament), sektor somatik (constitution) (Alwisol, 2010).
A.
TEORI
FAKTOR EYSENCK
Teori
keperibadian dari Hans J. Eysenck mempunyai komponen biologis dan psikometri
yang kuat. Akan tetapi, Eysenck berargumen bahwa kecanggihan psikometri saja
tidak cukup untuk mengukur struktur kepribadian manusia dan dimensi kepribadian
yang didapatkan dari metode analisis factor yang bersifat steril dan tidak
bermakna, kecuali jika sudah terbukti mempunyai suatu eksistensi biologis
(Feist & Feist, 2010).
a.
Kriteria
dalam Mengidentifikasi Faktor
Eysenck
membuat daftar empat criteria dalam mengidentifikasi suatu factor, yaitu:
·
Bukti psikometrik,
bahwa factor harus reliabel dan dapat direplikasi. Peneliti juga haris dapat
menemukan factor tersebut, dan secara konsisten mengidentifikasi ekstraversi,
neurotisme, dan psikotik yang ditemukan oleh Eysenck.
·
Keterwarisan
(heritability). Kriteria ini mengeliminasi karakteristik yang dipelajari, serta
kemampuan untuk mengimitasi suara-suara dari orang-orang terkenal atau
keyakinan agama ataupun politik.
·
Masuk akal saat dipandang
dari segi teoritis. Eysenck menggunakan metode deduktif dalam melakukan
investigasi, dimulai dengan satu teori, kemudian mengumpulkan data yang
konsisten secara logis dengan teori tersebut.
·
Mempunyai relevansi
sosial, yaitu harus ditunjukkan bahwa factor yang didapatkan secara matematis
harus mempunyai hubungan dengan variabel sosial yang relevan, seperti kecanduan
obat-obatan, kerentanan akan cedera yang tidak disengaja, performa cemerlang
dalam olahraga, perilaku psikotik, kriminalitas, dan lain-lain (Feist &
Feist, 2010).
b.
Hierarki
Organisasi Prilaku
Eysenck
mengenali suatu hierarki empat level dalam pengorganisasian perilaku, yaitu:
·
Kognisi atau tindakan
spesifik, perilaku atau pikiran individual yang mungkin ataupun tidak merupakan
karakteristik dari seseorang.
·
Tindakan atau kognisi
yang umum, yaitu respon yang terjadi secara berulang dalam kondisi yang serupa.
·
Sifat, yaitu disposisi
kepribadian yang penting dan semipermanen.
·
Tipe atau superfaktor,
terdiri dari beberapa sifat yang saling berkaitan. (Feist & Feist, 2010)
B.
HIRARKI
FAKTOR-FAKTOR KEPRIBADIAN
Keperibadian
sebagai organisasi tingkah laku oleh Eysenck dipandang memiliki empat tingkat
hirarkis, berturut-turut dari hirarki yang tinggi ke hirarki yang rendah: tipe
– trait – habit – respon spesifik.
·
Tipe:
kumpulan dari trait, yang mewadahi kombinasi trai dalam suatu dimensi yang
luas.
·
Trait:
kumpulan kecenderungan kegiatan, koleksi respon yang saling berkaitan atau
mempunyai persamaan tertentu.
·
Habit:
kumpulan respon spesifik/fikiran yang muncul kembali untuk merespon kejadian
yang mirip.
·
Respon
Spesifik: tingkahlaku yang secara actual dapat
diamati, yang berfungsi sebagai respon terhadap suatu kejadian. (Alwisol, 2010)
C.
DIMENSI
KEPERIBADIAN
Eysenck
hanya mengekstrak tiga superfaktor umum. Ketiga dimensi keperibadian Eysenck
adalah ekstraversi (E), neurotisme (N), dan psikotik (P).
Dimensi Keperibadian
|
Struktur Hierarki
|
Psikotik
|
§ Agresif
§ Dingin
§ Egosentris
§ Tidak
Ramah
§ Impulsif
§ Antisosial
§ Tidak
Empati
§ Kreatif
§ Keras
Kepala
|
Ekstraversi
|
§ Ramah
§ Dinamis
§ Aktif
§ Tegas
§ Mencari
Sensasi
§ Riang
§ Dominan
§ Memberontak
§ Berani
|
Neurotisme
|
§ Cemas
§ Tertekan
§ Perasaan
Bersalah
§ Harga
Diri yang Rendah
§ Tegang
§ Tidak
Rasional
§ Pemalu
§ Murung
§ Emosianal
|
Eysenck
menilai ketiga factor ini sebagai bagian dari struktur keperibadian normal.
Ketiganya bersifat biporal dengan ekstraversi berada dalam salah satu kutub
dari factor E dan introversi menempati kutub sebaliknya. Serupa dengan hal
tersebut, factor N meliputi neurotisme pada satu kutub dan stabilitas pada
kutub yang lainnya, dan factor P mempunyai psikotik dalam satu kutub dan fungsi
superego dalam kutub lainnya.
Sifat
bipolar dari factor yang ditemukan oleh Eysenck tidak mengimplikasikan bahwa
kebanyakan orang berada dalam satu kutub atau yang lainnya dalam ketiga kutub
utama. Setiap factor mempunyai distribusi yang bersifat unimodal dari pada
bimodal. Eysenck berargumen bahwa setiap factor memenuhi empat kriteria yang ia
berikan untuk mengidentifikasi dimensi kepribadian, yaitu:
1. Bukti
psikometrik yang kuat harus ada dalam setiap factor, terutama factor E dan N.
Ekstraversi dan neurotisme (atau kecemasan) adalah factor dasar dalam hamper
semua kajian analisis factor dari keperibadian manusia, termasuk beragam versi
dari teori lima factor (John & Srivastava dalam Feist & Feist, 2010).
2. Eysenck
berargumen bahwa dasar biologis yang kuat terdapat dalam masing-masing
superfaktor tersebut (John, dkk dalam Feist & Feist, 2010).
3. Tiga
dimensi keperibadian Eysenck masuk akal secara teoritis.
4. Eysenck
berulang kali memperlihatkan bahwa ketiga factor berkaitan dengan isu sosial,
seperti penggunaan obat-obatan terlarang, perilaku seksual, kriminalitas,
mencegah kanker dan penyakit jantung, serta kreativitas (Eysenck dalam Feist
& Feist, 2010).
a.
Ekstraversi
Konsep yang
dimiliki Eyenck mengenai ekstraversi dan introversi lebih dekat dengan
penggunaan populer dari kedua istilah ini. Orang-orang ekstroversi mempunyai
karakteristik utama, yaitu kemampuan bersosialisasi dan sifat impulsive, senang
bercanda, penuh gairah, cepat dalam berpikir, optimis, serta sifat-sifat lain
yang mengindikasikan orang-orang yang menghargai hubungan mereka dengan orang
lain (Eysenck & Eysenck dalam Feist &Feist, 2010).
Orang-orang
introver mempunyai karakteristik sifat-sifat yang berkebalikan dari mereka yang
ekstrover. Mereka dapat dideskripsikan sebagai pendiam, pasif, tidak terlalu
bersosialisasi, hati-hati, tertutup, penuh perhatian, pesimistis, damai,
tenang, dan terkontrol. Akan tetapi menurut Eysenck, perbedaan paling mendasar antara
ekstraversi dan introversi bukan terletak pada perilaku, melainkan pada sifat
dasar biologis dan genetiknya.
Eysenck yakin
bahwa penyebab utama perbedaan antara orang ekstrover dan introvert adalah
tingkat rangsangan kortikal yaitu suatu kondisi fisiologis yang sebagian besar
diwariskan secara genetik daripada dipelajari (Feist & Feist, 2010).
b.
Neurotisme
Superfaktor yang
kedua yang diekstrak oleh Eysenck adalah neurotisme/stabilitas (N). Seperti
ekstraversi/introversi, factor N mempunyai komponen hereditas yang kuat.
Eysenck (dalam Feist & Feist, 2010) menyatakan bahwa beberapa penelitian
telah menemukan bukti dari dasar genetic untuk sifat neurotic, seperti
kecemasan, hysteria, dan gangguan obsesif-kompulsif. Selain itu, ia fraternal
dalam jumlah perilaku antisocial dan asocial, seperti kriminalitas di usia
dewasa, gangguan prilaku dimasa kanak-kanak, homoseksualitas, dan alkoholik.
Orang-orang yang mempunyai skor
tinggi dalam neurotisme mempunyai kecendrungan untuk bereaksi berlebihan secara
emosional, dan mempunyai kesulitan untuk kembali ke kondisi normal setelah
terstimuli secara emosional. Mereka sering mengeluhkan gejala-gejala fisik,
seperti sakit kepala dan sakit punggung, serta mempunyai masalah psikologis
yang kabur, seperti kekhawatiran dan kecemasan. (Feist & Feist, 2010).
c.
Psikotik
Seperti
ekstraversi dan neurotisme, P adalah factor yang bersifat biporal, dengan
psikotik dalam satu kutub dan superego dalam kutub yang lainnya. Orang yang
skor P tinggi biasanya egosentris, dingin, tidak mudah menyesuaikan diri,
impulsive, kejam, agresif, curiga, psikopatik, dan antisocial. Orang yang skor
P rendah (mengarah pada fungsi superego) cenderung bersifat altruis, mudah
bersosialisasi, empati, peduli, kooperatif, mudah menyesuaikan diri, dan konvensional
(S.Eysenck dalan Feist & Feist, 2010).
Eysenck
memiliki hipotesis bahwa orang-orang yang memiliki skor psikotik yang tinggi
mempunyai predisposisi untuk menyerah pada stress dan mempunyai penyakit
psikotik yang tinggi. Model diatesis-stres ini mengindikasikan bahwa
orang-orang yang mempunyai skor P yang tinggi, secara genetis lebih rentan
terhadap stress dari pada yang mempunyai skor P yang rendah. Pada periode stres
yang rendah, orang dengan skor P tinggi masih dapat berfungsi dengan normal, tetapi
pada saat tingkat psikotik yang tinggi berinteraksi dengan kadar stress yang
juga tinggi, orang tersebut menjadi lebih rentan terhadap gangguan psikotik.
Sebaliknya, orang dengan skor P rendah tidak selalu rentan pada psikosis yang
berhubungan dengan stress, dan mungkin tidak akan mengalami kehancuran secara
psikotik pada periode stress yang ekstrem. Menurut Eysenck (dalam Feist &
Feist, 2010), semakin tinggi skor psikotik, semakin rendah kadar stress yang
dibutuhkan untuk menimbulkan reaksi psikotik.
D. MENGUKUR KEPERIBADIAN
Eysenck mengembangkan empat
inventor keperibadian yang mengukur superfaktor yang digagasnya.
·
Maudsley Personality
Inventory atau MPI yang hanya mengkaji E dan N, serta menghasilkan bebrapa
korelasi dari kedua factor tersebut.
·
Eysenck Personality
Inventory atau EPI. EPI memiliki skala kebohongan untuk mendeteksi
kepura-puraan, tetapi yang terpenting tes tersebut mengukur ekstraversi dan
neurotisme secara independen, dengan korelasi yang hamper nol antara E dan N.
·
Eysenck Personality
Questionnaire (EPQ) yang memasukkan skala psikotik (P).
·
Eysenck Personality
Questionnaire-Revised (H.J.Eysenck & S.B.G. Eysenck dalam Feist &
Feist, 2010).
E. DASAR BIOLOGIS KEPRIBADIAN
Menurut Eysenck, factor
keperibadiannya P, E, dan N sama-sama mempunyai determinan biologis yang kuat.
Eysenck mengutip tiga alur pembuktian dari komponen biologis yang berpengaruh
dalam keperibadian.
1. Peneliti
(McCrae & Allink, dalam Feist & Feist, 2010) telah menemukan factor
yang nyaris identik antara manusia di berbagai belahan dunia.
2. Bukti-bukti
(McCrae & Costa, dalam Feist & Feist, 2010) mengindikasikan bahwa
manusia cenderung mempertahankan posisinya dalam dimensi keperibadiannya
seiring dengan berjalannya waktu.
3. Penelitian
tentang anak kembar (Eysenck dalam Feist & Feist, 2010) menunjukkan
kesamaan yang lebih tinggi antara anak kembar identik dibanding anak kembar
fraternal.
Dalam teori keperibadian Eysenck,
psikotik, ekstraversi, dan neurotisme sama-sama memiliki anteseden maupun
konsekuensi. Anteseden bersifat genetis dan biologis, sementara konsekuensi
meliputi variable eksperimental.
Referensi
Feist, J & Feist, G.J. 2010. Teori Keperibadian Theories of Personality.
Jakarta: Salemba Humanika
Alwisol.
2010. Psikologi Kepribadian. Malang:
UMM Press